Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

sejarah bahasa indonesia

Sejarah Bahasa Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah bahasa-bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa Nusantara, juga dari sejarah studi bahasa Malaysia dan bahasa Melayu pada umumnya. Cikal bakal bahasa Indonesia dan bahasa Melayu adalah sama, yaitu bahasa Melayu, yang dalam perkembangannya telah melahirkan berbagai dialek dan ragam bahasa Melayu di seluruh wilayah Nusantara.
Sebuah bahasa Adanya dua macam bahasa Negara/nasional, yakni Indonesia dan Malaysia, adalah disebabkan oleh adanya dua pusat kekuasaan pemerintahan, yakni Jakarta yang melahirkan bahasa Indonesia, dan Kuala Lumpur yang melahirkan bahasa Malaysia.
Kiranya pusat kekuasaan di Jakarta yang dikuasai penjajah Belanda, menyebabkan bahasa Indonesia banyak diwarnai oleh kosakata bahasa Belanda; sedangkan pusat kekuasaan di Kuala Lumpur yang dikuasai penjajah Inggris menyebabkan bahasa Malaysia banya diwarnai kosakata bahasa Inggris. Namun, seteah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka tampaknya pengaruh kosakata bahasa Inggris pun banyak digunakan dalam bahasa Indonesia.
Dalam sejarahnya, kajian terhadap bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa Nusantara pada era sebelum perang dunia kedua sebagian besar dilakukan oleh pakar-pakar asing, terutama orang Belanda; dan setelah kemerdekaan sampai dewasa ini banyak juga dilakukan oleh pakar Indonesia. Hasil kajian mereka ada yang ditulis dan diterbitkan sebagai artikel/jurnal, atau juga dalam sebuah kumpulan karangan.
Bukti tertulis bahwa asal mula bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yaitu sebuah prasasti peninggaan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di Palembang yaitu Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo, di Jambi yaitu Prasasti Karang Brahi, dan di Pulau Bangka yaitu Prasasti Kota Kapur. Prasasti-prasasti tiu ditulis dalam bahsa Melayu kuno dan menggunakan huruf pallawa.


BAB II
PEMBAHASAN



Sebelum membicarakan tentang sejarah lahirnya bahasa Indonesia ada baiknya kita mengenal dulu berbagai hal mengenai bahasa Indonesia itu :

2.1 Cikal bakal bahasa Indonesia
Seperti yang kita ketahui bahwa cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu, sebuah bahasa yang pada mulanya digunakan oleh para penduduk di wilayah Sumatera Timur, Semenanjung Malaya, serta Pantai Barat dan Utara Pulau Kalimantan. Selain menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, bahasa Melayu juga menjadi cikal bakal bahasa Malaysia, bahasa nasional dan bahasa resmi di Kerajaan Malaysia.
Bukti tertulis bahwa asal mula bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yaitu sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di Palembang yaitu Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo, di Jambi yaitu Prasasti Karang Berahi, dan di Pulau Bangka yaitu Prasasti Kota Kapur. Prasasti-prasasti itu ditulis dalam bahasa Melayu kuno dan menggunakan huruf palawa.
Kemudian karena cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu, maka yang menjadi sumber pertama kosakata bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Kosakata yang terdapat dalam buku sejarah melayu, Hikayat Si Miskin, Hikayat Pandawa Lima, dan Hikayat Abdullah bin Abdul Khadir Munsyi dapat kita klaim sebagai kosakata bahasa Indonesia. Kosakata bahasa Malaysia pun awalnya mempunyai sumber yang sama dengan bahasa Indonesia, namun dalam perkembangan selanjutnya, karena adanya perbedaan sejarah kekuasaan di wilayah yang kemudian menjadi Negara Republik Indonesia dengan di wilayah Kerajaan Malaysia, maka bahasa Indonesia banya mendapatkan sumbangan kosakata dari bahasa-bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia banyak mendapat sumbangan dari dalek-dialek Melayu yang ada di wilayah Malaysia. Di samping itu, kedua bahasa ini pun banyak menyerap kosakata asing yang berbeda; bahasa Indonesia menyerap kosakata Belanda, dan bahasa Malaysia banyak menyerap kosakata Inggris.

2.2 Tonggak–Tonggak Penting dalam Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Dalam sejarah perkembangannya dari bahasa Melayu kuno ke bahasa Melayu, sampai menjadi bahasa Indonesia modern ada sejumkah peristuwa penting yang patut untuk diperhatikan.
1. Kedatangan agama Islam
Sebelum datangnya agama Islam bahasa Melayu belum mengenal ragam bahasa tulis. Memang terdapat aksara pallawa yang sudah digunakan untuk menuliskan prasasti-prasasti; namun dalam kegiatan kebahasaan secara luas hanya digunakan ragam bahasa lisan. Ragam bahasa tulis belum menjadi kebiasaan dalam masyarakat umum. Sastra Melayu klasik hanya disampaikan dari mulut ke mulut saja, secara lisan. Dengan datangnya agama Islam yang membawa serta huruf Arab, maka bahasa Melayu jadi mengenal bahasa tulis. Dengan sejumlah modifikasi huruf Arab itu dapat digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu. Demikianlah cerita-cerita Melayu klasik seerti Hikayat Si Miskin, Hikayat Pandawa Lima, dan lain-lain yang tadinya hanya diceritakan dari mulut ke mulut, mulai dituliskan dalam bentuk buku.
Selain menyumbangkan huruf Arab, agama Islam juga banyak menyumbangkan kosakata dari bahasa Arab dan bahasa Parsi kepada perbendaharaan kata bahasa Melayu (Indonesia dan Malaysia). Banyak kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab sudah tidak dikenal lagi asal mulanya seperti kata badan, waktu, iklan, amal, perlu dan sebagainya.

2. Kedatangan orang Eropa
Kedatangan orang Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda) banyak memberi sumbangan dalam perkembangan bahasa Melayu. Sumbangan pertama adalah penggunaan huruf latin, dan sumbangan kedua berupa kosakata dari bahasa Portugis, bahasa Spanyol, bahasa Belanda, atau bahasa Eropa lainnya. Adanya huruf latin menyebabkan penggunaan bahasa Melayu tulis menjadi semakin luas, lebih-lebih setelah ditemukannya mesin cetak dan perkembangannya usaha percetakan dan penerbitan. Huruf latin yang penggunaannya di dunia Internasional lebih luas daripada penggunaan huruf Arab, menyebabkan penggunaan bahasa Melayu tulis menjadi semakin luas. Perluasan atau penyebaran ini banyak dibantu oleh usaha penerbitan yang tersebar banyak di kota-kota Kuala Lumpur, Penang, Singapura, Medan, Jakarta, dan Surabaya.
Sumbangan kosakata dari bahasa Eropa cukup banyak dan banyak pula yang sudah tidak dikenali lagi asal-usulnya, seperti kata jendela, lemari, kamar, dongkrak, bangku dan sebagainya. Memang sebagian besar kosakata dari bahasa Eropa masih mudah dikenali asal-usulnya, baik ke dalam bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia, maupun yang kemudian menjadi bahasa Malaysia.
Spesifikasi kosakata Belanda banyak masuk ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan ke dalam bahasa Malaysia banyak masuk kosakata bahasa Inggris. Kalau dalam bahasa Indonesia diterima kata-kata seperti mesin, rem, dan mobil maka dalam bahasa Malaysia ada kata-kata enjim, berek (Inggris: brake), dan car (Inggris: car).

3. Pembakuan ejaan oleh Ch. A. Van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sistem ejaan hasil Ch. A. Van Ophuijsen, yang merupakan pembakuan ejaan pertama untuk bahasa Melayu Indonesia. Ejaan ini secara konsisten diikuti oleh penerbitan pemerintah, seperti penerbitan buku-buku Balai Pustaka dan penerbitan lain dari pemerintah. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata saja, sajang, dsb. b. Ejaan oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, soereh, dsb. c. Tanda diakritik, seperti koma ain, untuk menuliskan kata-kata ma’loem, ma’af, jum’at, dsb. d. Ejaan tj untuk menuliskan kata-kata tjara, tjontoh, dsb. 4. Gerakan Kebangsaan
Gerakan ini dimulai pada abad ke-20, disebut juga sebagai kebangkitan nasional. Gerakan kebangsaan sangat besar pengaruhnya bagi cita-cita untuk mempunyai sebuah bahasa nasional yang dapat dipergunakan untuk menyatukan seluruh rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang terbentang di seluruh nusantara.

5. Pendirian Balai Pustaka
Pendirian Balai Pustaka sangat erat kaitannya dengan pemeliharaan bahasa Melayu yang akan menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Tujuan utama pendirian Balai Pustaka oleh pemerintah Hindia Belanda sebenarnya adalah untuk mengawasi dan menseleksi tulisan-tulisan yang dianggap melawan pemerintah hindia Belanda. Namun tidak disangka, justru karena berdirinya badan ini, bahasa Melayu yang apik dan terpelihara tetap terjaga dan mengilhami bahasa Indonesia.

6. Sumpah Pemuda
Pada saat Sumpah Pemuda berkumpul para tokoh pemuda dari berbagai daerah dan kalangan hadir. Para pemuda mengeluarkan ikrar bersama yang menyangkut pengakuan berbangsa satu, bangsa Indonesia. Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu, bahasa Indonesia. Ragam bahasa Melayu dijunjung tinggi sebagai bahasa Indonesia ini adalah ragam bahasa Melayu tinggi yang telah terkodifikasi, mempunyai tradisi sastra, serta telah digunakan dan diajarkan dalam pendidikan formal.

7. Kongres Bahasa Indonesia I
Kongres bahasa Indonesia I diadakan di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

8. Pendudukan Tentara Jepang
Pendudukan tentara Jepang hanya berlangsung antara 1942-1945. segi positif pada masa pendudukan tentara Jepang adalah perkembangan bahasa Indonesia. Pemerintah tentara Jepang melarang orang / para siswa menggunakan bahasa Belanda. Akibat larangan ini, mau tak mau semua kalangan harus berbahasa Indonesia. Karena yang tidak mengindahkan perturan Jepang ini akan mendapatkan sanksi yang sangat berat.
Jadi, larangan pemerintah tentara Jepang untuk berbahasa Belanda memberi sumbangan positif bagi perkembangan bahasa Indonesia. Dalam arti penutur /orang yang bisa berbahasa Indonesia menjadi bertambah.

9. Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan RI. Dua hari kemudian, UUD 45 diumumkan. Di dalamnya disebutkan bahwa bahasa resmi negara RI adalah Bahasa Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia telah mendapatkan kepastian hukum sebagai bahasa resmi kenegaraan.

10. Lembaga Kebahasaan
Pusat Bahasa berawal dengan terbentuknya Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek (ITCO) yang merupakan bagian dari Universitas Indonesia pada tahun 1947 dan dipimpin oleh Prof. Dr. Gerrit Jan Held. Sementara itu, pada Maret 1948 pemerintah Republik Indonesia membentuk lembaga bernama Balai Bahasa di bawah Jawatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Pada tahun 1952, Balai Bahasa dimasukkan ke lingkungan Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan digabung dengan ITCO menjadi Lembaga Bahasa dan Budaya. Selanjutnya, mulai 1 Juni 1959 lembaga ini diubah menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, dan menjadi bagian Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Pada tanggal 3 November 1966 lembaga ini berganti nama menjadi Direktorat Bahasa dan Kesusastraan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 27 Mei 1969 lembaga itu kembali berubah nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan secara struktural berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Pada 1 April 1975 Lembaga Bahasa Nasional berganti nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lembaga yang kerap disingkat dengan nama Pusat Bahasa ini, secara berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Amran Halim, Prof. Dr. Anton M. Moeliono, Drs. Lukman Ali, Dr. Hasan Alwi, dan Dr. Dendy Sugono.
Kemudian berdasarkan Keppres tahun 2000, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berubah nama menjadi Pusat Bahasa. Lembaga ini berada di bawah naungan Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.

11. Pembakuan ejaan Suwandi

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik. Dalam praktiknya ejaan ini tidak bisa dipatuhi secara konsisten, sebab dalam kenyataan huruf f dan huruf v tetap diperlukan. Kata (kapan) dan (kafan) memiliki makna yang berbeda, sehingga memerlukan huruf yang berbeda. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, suruh, buruh, dsb. b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakyat, dsb. c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an. d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya. e. Huruf f diganti dengan p pada kata-kata faham dan paham.

12. Pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) Malaysia
(pra-1972) Sejak 1972
Tj ch C
Dj J J
Ch kh Kh
Nj ny Ny
Sj sh Sy
J Y Y
oe* U U
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

13. Kongres Bahasa Indonesia II
Di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

14. Seminar Politik Bahasa Nasional
Seminar politik bahasa nasional diadakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1975 di Jakarta. Seminar ini dihadiri oleh berbagai tokoh dan pakar dari berbagai kalangan dan dari seluruh Indonesia.
Seminar ini bertujuan merumuskan fungsi dan status bahasa Indonesia, serta fungsi dan status bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing yang ada di Indonesia. Dalam seminar disepakati bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat interaksi antarsuku bangsa, bahasa daerah berfungsi sebagai alat interaksi intra-suku bangsa, sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat interaksi antarbangsa. Dengan demikian, karena memiliki fungsi masing-masing, maka tidak akan terjadi konflik sosial sebagai akibat adanya tiga jenis bahasa itu.

15. Peluncuran Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dan KBBI
Pada kongres Bahasa Indonesia V tahun 1988 pemerintah, dalam hal ini pusat bahasa meluncurkan dua buah buku yaitu buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dan buku Kamus Besar Bahasa Indonesia yang sangat penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Kedua buku ini disusun oleh pakar yang terkenal dalam bidang bahasa.
Masih banyak kekurangan yang terdapat dalam kedua buku itu, sehingga pada kongres bahasa Indonesia ke VI perlu diterbitkan buku Tata Bahasa Baku Indonesia edisi II, dan pada kongres bahasa Indonesia VII diterbitkan edisi revisi III. Demikian juga dengan buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, pada tahun 1991 diterbitkan edisi revisi II dan pada tahun 1998 diterbitkan edisi revisi III

16. Bahasa Indonesia Ragam Baku
Bahasa ragam baku digunakan dalam situasi formal, sedangkan ragam non-baku digunakan dalam situasi non formal. Yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi atau keperluan yang tepat.

• Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. • Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. • Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. • Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia. • Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra. 2. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 3. • Kongres Bahasa Indonesia VII Diadakan di Jakarta pada 14-17 Oktober 2003. Kongres ini diwarnai oleh kabar gembira mengenai telah banyaknya universitas di manca negara yang membuka program studi untuk bahasa Indonesia • Kongres Bahasa Indonesia ke IX Diadakan di hotel Bumi Karsa, komplek Bidakara, Jakarta pada tanggal 28 Oktober-1 November. Kongres ini bertemakan Bahasa Indonesia membentuk insan cerdas, kompetitif di atas pondasi peradaban bangsa Tentu saja topik-topik menarik tentang perkembangan Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan bahasa asing dibahas dalam topik ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar